Sejarah Desa

Nama desa : Banjarlor
Nama lain (alias) : Dayeuh Panyingkiran dan Dayeuh Kabuyutan
Asal bahasa : Sunda
Arti nama : Berbanjar/berjejer/berjajar
Sejarah Nama Desa

Desa Banjarlor memiliki latar belakang sejarah baik sejarah nama desa, sejarah keberadaan wilayah, maupun sejarah pemerintahan. Nama “Banjarlor” berasal dari kata “banjar” yang memiliki arti berbanjar (berjejer atau berjajar). Arti tersebut mengacu pada deretan wilayah yang berbanjar, berjejer, atau berjajar berurutan dari selatan menuju utara, yaitu Banjar Nambo – Banjarharja – Banjar Longkrang – Banjar Lor. Wilayah Banjar Lor sendiri terletak paling utara dalam deretan wilayah tersebut. Pada perkembangan selanjutnya Banjar Nambo, Banjarharja dan Banjar Longkrang menjadi satu kesatuan wilayah desa dengan nama Desa Banjarharjo, sedangkan Banjar Lor berdiri sendiri menjadi sebuah desa dengan nama Desa Banjarlor.

Sejarah Eksistensi Wilayah dan Nama Lain (alias)

Cerita tentang asal muasal keberadaan wilayah Banjar Lor sendiri didapat dari tutur tinular (dari mulut ke mulut) para sesepuh dan orang tua terdahulu. Tempo dulu ada sebuah wilayah bernama Dayeuh Panyingkiran atau disebut juga Dayeuh Kabuyutan. Kata “panyingkiran” diambil dari riwayat yang mnyebutkan bahwa dahulu kala ada pembesar dari Kerajaan Galuh Pakuan (Pajajaran) beserta para pengikutnya yang sengaja mengungsi atau menyingkir (nyingkir) dari wilayah Kerajaan Galuh Pakuan (Pajajaran) kearah timur karena adanya peperangan. Sebagian dari mereka singgah dan kemudian tinggal menetap (bermukim) di sebuah wilayah yang kemudian dinamakan Dayeuh Panyingkiran (dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan Desa Pengungsian). Sebagian lagi singgah dan kemudian tinggal menetap di daerah Krapyak atau wilayah yang disebut sebagai Gunung Tengah (sekarang wilayah Desa Banjarharjo) di bawah pimpinan Mbah Buyut Manguntapa.

Penyebutan nama Dayeuh Kabuyutan mengacu pada kisah bahwa kelompok pengungsi yang singgah dan kemudian tinggal menetap di Dayeuh Panyingkiran tersebut di atas dipimpin oleh Mbah Buyut Daleum Sanjaya atau Mbah Buyut Maulana Akbar dan Nyi Mas Dewi Indang Sari beserta pengasuhnya yaitu Mbah Buyut Megu yang juga berasal dari Galuh Pajajaran. Pada masa moderen nama Mbah Buyut Maulana Akbar kemudian menjadi nama ruas jalan kabupaten dalam wilayah Desa Banjarlor yang membujur ke utara dari perempatan utama sampai perbatasan desa Sindangjaya dengan nama Jalan Syekh Maulana Akbar. Konon, para pembesar dari Kerajaan Galuh Pakuan (Pajajaran) yang mendiami wilayah pengungsian dikenal berilmu tinggi sehingga mampu “menutup” wilayah tempat mereka tinggal. Pada masa sebelum milenial, terkadang ada beberapa orang yang kesasar (tersesat) pada siang, sore, atau malam hari ketika memasuki wilayah tersebut. Diketahui kemudian bahwa wilayah tersebut adalah perbatasan RW 001 dengan RW 002 Desa Banjarlor. Pengetahuan tersebut didapat ketika tahun 1970 pada masa kepemimpinan kepala desa H. Noer Ali ditemukan batu nisan Mbah Megu yang berlokasi di Gang Legok Denok, wilayah RW 002, Desa Banjarlor, atau tepatnya di belakang rumah warga bernama Mak Rumi. Berdasarkan paparan di atas akhirnya Dayeuh Panyingkiran disebut juga sebagai Dayeuh Kabuyutan, tempatnya para Mbah Buyut, para sesepuh pembesar Kerajaan Galuh Pakuan (Pajajaran) yang berilmu tinggi.

Sejarah Pemerintahan

Sekitar tahun 1650 ada seorang alim dari tanah Banten benama Syekh Tubagus Syarifudin yang bermukim di wilayah bagian utara (sekarang dekat perbatasan Desa Banjarlor dengan Desa Sindangjaya – Kecamatan Kersana). Pada perkembangannya Dayeuh Panyingkiran atau Dayeuh Kabuyutan dihuni juga oleh para pendatang baru dari wilayah Kerajaan (Kasultanan) Solo yang antipati (tidak pro) terhadap Pemerintahan Kolonial (Belanda) dan kemudian kabur meninggalkan Kasultanan Solo. Keberadaan mereka tersebar, diantaranya rombongan Pangeran Amangkurat yang mengungsi dan bermukim di Tegal Arum. Sebagian lagi ada yang bermukim di wilayah Jatibarang, Banjaratma, Kersana, dan wilayah lainnya termasuk juga di wilayah Banjarlor. Pada perkembangan selanjutnya di wilayah Dayeuh Panyingkiran atau Dayeuh Kabuyutan dibentuk suatu desa yaitu Desa Banjarlor yang dipimpin oleh Merta Dipa sebagai kepala desa pertama. Pembentukan desa tersebut terjadi sekitar tahun 1802, sehingga tahun tersebut sampai sekarang disepakati oleh para sesepuh desa sebagai tahun berdirinya Desa Banjarlor. Pada masa itu kantor desa sebagai pusat kendali pemerintahan sering berpindah-pindah. Kemudian pada masa kepemimpinan kepala desa H. Noer Ali, sekitar tahun 1970 barulah dibangun kantor desa (balai desa) yang berlokasi tetap dan permanen sebagai pusat pemerintahan desa.